Sedikit Cerita Bagaimana Kami Belajar Membaca Jam
Ada kenangan indah yang selalu kami ingat dari cara almarhumah ibunda kami mengajari kami mengenal dan membaca waktu. Buat kami, cara belajar dari ibu itu malah sangat istimewa.
Baca Jam Dinding Tetangga
Kenapa sangat istimewa? Karena kami belajar cuma lewat jam dinding tetangga pada saat itu.
Kenapa harus jam dinding tetangga? Jawabannya singkat saja. Karena kami tidak punya jam dinding.
Yah, kami tidak punya jam dinding. Namun, ibu selalu punya cara bagaimana mengajari kami dengan segala kemampuan yang ada.
Kalau dikenang ada lucu, ada malu dan ada senangnya juga belajar membaca jam dinding dengan cara begitu.
Bagaimana cara kami belajar?
Ceritanya begini, rumah kami meskipun kecil, berlantai separuh tanah, separuh semen, alhamdulillah ada loteng-nya.
Di loteng tersebut kami punya teras kayu yang terhubung dengan teras tetangga sahabat ibuku, bernama Mak Lina.
Teras lantai kami dan teras Mak Lina dibiarkan terhubung tanpa sekat yang membatasi. Tujuan awalnya barangkali biar mudah berkomunikasi.
Hidup bertetangga di lingkungan padat penduduk menjadi lebih indah dengan cara seperti itu.
Intip Jam Dinding
Hampir setiap hari setelah pulang dari sekolah dasar, kami bermain di loteng tersebut. Dan, ibu biasanya menyetrika pakaian dengan setrika arang disitu.
“Bu, kita kok nga punya jam dinding? Jam yang pake angka dan jarum. Aku pengen belajar baca jam dinding bu… Teman-teman di sekolah sudah pada bisa membaca jam dinding”, tanya saya pada ibu suatu hari.
“Oh, mau belajar cara membaca jam dinding. Coba liat di rumah Mak Lina sana. Ada jam dindingnya tuh”, jawab ibu tanpa mengeluh walau kami belum punya jam dinding.
“Terus gimana bacanya bu? Kan ibu nga liat jamnya? Aku juga belum bisa bacanya”, tanya saya lagi.
”Coba lihat jarum pendek di angka berapa dan jarum panjang di angka berapa? Nanti ibu kasih tahu jam berapa sekarang.”
“Ooh gitu bu”, saya bergegas ke lantai Mak Lina yang kebetulan jam dinding di ruang tv miliknya bisa dibaca lewat kaca jendelanya yang jarang ditutup.
”Buu… jarum pendek di angka 2 dan jarum panjang di angka 6…”, kata saya berteriak sambil menghampiri ibu yang sedang menyetrika.
”Itu berarti sekarang jam 2 lewat 30 menit atau jam setengah tiga”, jawab ibu.
“Kok jam setengah tiga bu? Iya, jarum pendek di angka 2, jarum panjang di angka 6 berarti jam 2 lewat 30 menit. Setengah jam lagi mau jam tiga.”
Asyik ya cara belajar kami? Mungkin cara belajar kami sama dengan cara belajar Anda semua, tetapi jam dinding yang kami lihat adalah jam dinding tetangga.
Alhamdulillah jam dinding tetangga ada di sebelah rumah, kalau jauh dari rumah? Kebayang deh capenya harus bolak-balik.
Kami lakukan hal seperti itu hampir setiap hari dan sedikit demi sedikit saya mulai paham beda antara angka 1, angka 2, angka 3 dan seterusnya yang ternyata melambangkan menit.
Intip Lain Waktu
Lain waktu, ibu yang akan berkata:
“Coba liat sana, jam berapa sekarang?”. Bergegas saya kembali mengintip jam dinding di ruang tv Mak Lina untuk sesaat kemudian kembali pada ibu.
“Jarum pendek di angka 1 dan jarum panjang di angka 12 bu… Itu jam 12 apa jam 1 bu?,” info dan pertanyaan saya pada ibu.
“Ya kalau itu berarti jam 1. Patokannya jarum pendek adalah jam, jarum panjang untuk menit-nya”
Begitulah yang bisa saya ingat dari cara ibu mengajari kami.
Lucu, seru dan kadang kasian deh… karena pernah beberapa kali kami tidak bisa mengintip jam dinding Mak Lina.
Bukan karena beliau pelit, tetapi karena beliau sedang pergi dan seluruh kaca jendelanya ditutup. Hehehe…
Setiap kali melihat jam dinding, maka cerita ini akan selalu kembali bermain-main di dalam pikiran kami layaknya film di layar bioskop.
Tampak jelas gerakan tangan ibu yang sedang menyetrika dan suara ibu yang menjelaskan arti posisi jarum panjang dan jarum pendek.
Satu pesan yang tidak pernah terucap oleh ibu barangkali saat itu adalah,”…Nak, tidak perlu malu kalau kita belum punya jam dinding. Kamu tetap bisa belajar selama mau untuk belajar…”
Selama hidup beliau, tak ada rasa malu dan minder dengan orang lain. Pedoman hidup yang amat selaras dengan fitrah kita sebagai manusia.
“…Lihat jarum pendek dan jarum panjang diangka berapa, nanti ibu kasih tahu jam berapa…”
Begitu mata tertuju pada jam dinding, terpaku kepala dan badan ini mengenang semua yang telah Ibu ajarkan pada kami.
Sesekali mata ini seperti mau basah oleh air mata kekaguman.
Semoga Allah jadikan kami anak yang soleh dan soleha.
Dan, doa kami untuk almarhumah ibu selalu diijabah Allah. Aamiin..
Itulah cara kami belajar membaca jam.
Salam juga untuk Ibunda Anda semua.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Buku: Hati Ibu Seluas Samudera
Baca juga: Lontong Isi Ayam
Photo credit: Rablem22
One Comment
Pakde Cholik
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
Segera didaftar
Salam hangat dari Surabaya