Pengalaman Bukan Faktor Penting Untuk Jadi Pemimpin
Pengalaman bukan faktor penting untuk jadi pemimpin. Hasil riset membuktikan demikian.
Reaksi para sahabat mungkin akan bertanya-tanya atau malah tersenyum-senyum.
Bertanya-tanya karena ingin tahu kenapa bisa begitu. Senyum-senyum karena sudah tahu dan membenarkan pernyataan tersebut.
Ayo mari, kita sama-sama belajar mengapa sampai keluar peryataan tersebut bahwa “pengalaman bukan faktor penting untuk jadi pemimpin”.
Namun, kita kosongkan dulu isi kepala dari jeratan sistem saat ini yang mengharuskan semua calon pemimpin haruss punya pengalaman panjang sebagai syarat awal memasuki proses seleksi pemimpin dibidang apapun.
Studi Gauram Mukunda
Gautam Mukunda, seorang assistant professor di Harvard Business School dan penulis buku Indispensable: When Leaders Really Matter, telah melakukan studi terhadap para pemimpin politik, bisnis dan militer.
Dia membagi para pemimpin itu menjadi 2 grup yaitu, “filtered leaders” mereka yang berkarir dengan memiliki pengalaman kerja di bidang yang sama sebelumnya.
Dan, “unfiltered leaders” mereka yang berkarir tanpa punya pengalaman kerja di bidang yang sama sebelumnya.
Pak Gautam kemudian membandingkan efektivitas dari kedua grup dan mendapati bahwa “unfiltered leaders” adalah pemimpin paling efektif dan bisa juga menjadi pemimpin paling tidak efektif
Sedangkan, “filtered leaders” berada di tengah-tengahnya.
Kenapa Bisa Begitu?
Orang yang tidak punya pengalaman malah bisa menjadi paling efektif daripada yang punya pengalaman?
Jawabanya tak lain dan tak bukan karena “unfiltered leaders” memiliki kebebasan dan kemampuan berpikir lebih kreatif tanpa terikat pada pengalamannya.
Mereka tak terikat pada apa yang mereka tahu, apa yang pernah mereka alami atau apa yang pernah mereka lakukan dulu.
Mereka bebas mencari berbagai cara dan menentukan alternatif terbaik lewat pertimbangannya.
Meskipun kadang beresiko menghadapi kegagalan, tetapi inilah yang menyebabkan mereka bisa lebih efektif dibandingkan mereka yang punya pengalaman sebelumnya.
Saya jadi teringat saat dulu pernah bekerja di satu perusahaan kontraktor tambang.
Sahabat semua mungkin pernah mendengar istilah: “dunia tambang itu sempit”.
Artinya, orang yang bekerja di dunia tambang biasanya adalah mereka yang dari dulu dunianya seputar tambang.
Mereka bekerja dari satu perusahaan tambang ke perusahaan tambang lain.
Tidak aneh kalau suatu saat mereka bertemu dengan teman kerjanya dulu di tempat kerja baru.
Juga, tidak aneh pula kalau suatu saat mereka kembali kerja ke perusahaan lama setelah beberapa tahun pindah kerja di perusahaan lain.
Nah, satu hal yang bikin saya cukup heran adalah sikap sebagian mereka yang terkadang kurang fleksibel.
Mereka cenderung terikat pada pengalaman kerjanya selama ini, kurang luwes dalam mendesain cara kerja baru karena pengalaman mereka begitu mendominasi.
Tidak salah memang, tetapi sikap seperti itu sering kali tidak mampu beradaptasi pada keadaan ekstrim dan perubahaan mendadak dengan cepat.
Berbeda situasinya bila saya harus berdiskusi dengan mereka yang memang sebelumnya belum punya pengalaman di tambang.
Kita cepat nyambung dalam berdiskusi dan kaya akan ide-ide kreatif. Perihal bisa dipakai atau tidak itu cerita lain.
Pentingnya Keluwesan
Keluwesan dalam pemilihan alternatif harus tetap ada agar dapat diperoleh solusi yang tepat guna bukan?
Pengalaman hanya membuat Anda jadi pemimpin bagus pada predikat yang sama dengan pengalaman orang lain, tetapi tidak untuk mencapai predikat brillian.
Begitu lebih lanjut kata Pak Gautam.
Langsung saya mangut-mangut membaca hasil riset Pak Gautam ini.
Namun, tiba-tiba jadi pesimis lagi ingat bahwa sistem saat ini selalu menjadikan pengalaman sebagai kriteria nomor satu dalam tiap persyaratan jadi pemimpin.
Ya iyalah, siapa juga yang ingin berjudi dan salah dalam memilih pemimpin yang akibatnya bisa fatal buat semua.
Jadi gimana dong menghadapi sistem saat ini yang sudah terkenal sekali memperhatikan pengalaman sebagai syarat utama?
Tidak perlu berkecil hati. Yang terpenting bukanlah masalah pengalaman atau tidak.
Pengalaman perlu tapi lebih penting lagi bagaimana kita beradaptasi terhadap segala bentuk perubahan yang terjadi dan melakukan cara-cara baru tertentu untuk mengatasinya.
Untuk mampu seperti itu, kita harus terus memperkaya diri dan always be ready.
Kita bisa belajar pada Lou Gerstner, mantan CEO IBM yang belum pernah bekerja di industri komputer sebelumnya, tetapi sukses membawa IBM kembali.
Ingat saja apa pendapat TP Rachmat di tulisan lalu disini. Orang bilang keberuntungan adalah ketika kesiapan bertemu kesempatan.
Terus saja belajar sampai tiba takdir bila memang jadi pemimpin jadilah mampu memimpin dan menjadi brillian seperti Steve Jobs di Apple atau Lou Gerstner di IBM.
Para genius yang mampu membawa perusahaannya berjaya meskipun sebelumnya tidak punya pengalaman di bidang yang dipimpinnya.
Terakhir pak Gautam bilang bahwa untuk jadi pemimpin brillian kita harus punya 2 karakteristik utama yang menjadi ciri khas.
Yaitu: “supremely confident” dan “supremely humble”.
Percaya diri karena dia yakin akan kompetensi dirinya, dan ramah kepada siapapun (mirip-mirip dengan hasil riset ibu Amy di tulisan lalu disini).
Sekali lagi, pengalaman bukan faktor penting!
Photo credit: Pixabay
One Comment
Perspektif
Perspektif lain yang mencerahkan Pak. Ada benarnya juga. Tapi kok terlihat seperti 2 mata uang ya. Disatu sisi bisa bagus banget, tapi disatu sisi lain juga bisa menyebabkan kegagalan.